AKTUALINDO.COM, Buton Utara - Setelah mengantongi data yang berhasil dihimpun, Kades Oengkapala, Kecamatan Wakorumba Utara (Wakorut), Kabupaten Buton Utara (Butur), berinisial LJ resmi dilaporkan ke Polres Butur, Kamis (23/2/2023).
Kades LJ tersebut dilaporkan atas dugaan penggelapan dana dan tanda tangan palsu dalam Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun 2019. Akibat perbuatannya itu, LJ terindikasi telah merugikan negara sekitar kurang lebih Rp.230 juta.
Dengan adanya dugaan itu, atas nama Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Kabupaten Butur, Laode Yus Asman, resmi melaporkan kasus tersebut ke Polres Butur. Laporan itu diterima langsung oleh Unit III Tindak Pidana Korupsi (TIPIDKOR) Polres Butur.
Asman kepada media ini mengatakan bahwa berdasarkan investigasi yang dilakukan, pihaknya mendapatkan informasi dari beberapa sumber. Dari data yang ada, terdapat dugaan adanya penggelapan anggaran desa tahun 2019.
"Dugaan penyelewengan anggaran itu meliputi pengadaan bibit kedelai sebanyak 965 Kg, pengadaan motor dinas operasional desa sebanyak dua unit, dan rehabilitasi peningkatan gedung balai desa," ungkap Asman.
Selain melakukan penggelapan anggaran, Kades LJ juga diduga keras melakukan pemalsuan tanda tangan warga yang terdaftar sebagai penerima pengadaan bibit kedelai sebanyak 965 kilogram. "Anggaran belanja bibit kedelai telah dicairkan sebesar kurang lebih Rp. 28 juta tetapi faktanya bibit kedelai tidak diadakan atau fiktif," kata Asman.
Pada saat pengajuan program bibit kedelai itu, tambahnya, sebagian besar warga tidak tahu-menahu adanya program bibit tersebut. Jadi, warga yang terdaftar sebagai penerima bibit sangat mungkin dipalsukan tanda tangannya.
"Selain itu juga, program rehabilitasi gedung serbaguna dan pengadaan kendaraan roda dua, terindikasi bermasalah," terang Asman.
Lebih lanjut Asman menjelaskan bahwa dari hasil investigasinya terkait program rehabilitasi peningkatan balai desa, yaitu gedung serbaguna, yang memakan anggaran kurang lebih Rp. 230 juta, ada beberapa item yang tidak diadakan. "Yang tidak diadakan diantaranya, tehel ukuran 40x40 cm, lantai intelclok 416 meter, kaca 12 meter persegi," jelasnya.
Sementara, untuk pengadaan kendaraan roda dua yang memakan anggaran sebesar Rp. 70 juta hingga kini tidak jelas barangnya. "Unit motor diduga tidak ada sampai saat ini atau fiktif," ungkap Asman mempertanyakan.
Dia kemudian menjelaskan bahwa LJ diduga telah melanggar Pasal 263 ayat (1) KUHP yang berbunyi, barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat, yang dapat menerbitkan sesuatu hak, sesuatu perjanjian (kewajiban) atau sesuatu pembebasan utang. Atau yang boleh dipergunakan sebagai keterangan bagi sesuatu perbuatan, dengan maksud akan menggunakan atau menyuruh orang lain menggunakan surat-surat itu seolah-olah surat itu asli dan tidak dipalsukan.
"Maka kalau mempergunakannya dapat mendatangkan sesuatu kerugian dihukum karena pemalsuan surat, dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun," terang Asman.
Kata dia, Kepala Desa Oengkapala atau aparatur pemerintahan Desa Oengkapala tidak terbuka tentang informasi kegiatan pembangunan, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat tahun anggaran 2019. Hal ini terbukti bahwa di Desa Oengkapala, walau terpasang papan informasi tentang APBDES, tidak adanya sosialisasi APBDES maupun laporan realisasi tahun anggaran 2019 sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.
"Sehingga warga desa tidak mendapatkan informasi real terkait kegiatan pembangunan dalam desa," jelasnya.
Kepala desa selaku penanggungjawab pengelolaan keuangan desa tidak menjalankan tugas pokok dan fungsinya dalam pengelolaan keuangan desa. Dalam kasus ini kepala desa terindikasi menyimpan dan membelanjakan uang dengan tujuan untuk memperkaya diri sendiri dan dilakukan secara bersama-sama sehingga menimbulkan dugaan kerugian keuangan negara.
Di sisi lain, terkait penggelapan anggaran sudah termasuk lingkup tindak pidana korupsi, sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. "Yaitu secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara," beber Aman lagi.
Oleh karena itu, pria yang getol menyarakan pemberantasan korupsi di daerahnya itu menilai bahwa dengan adanya dugaan penggelapan dana tersebut, Kades Oengkapala terindikasi memperkaya diri, dan diduga keras sangat jelas adanya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) di tubuh Pemerintah Desa Oengkapala," sambungnya.
Terakhir, selaku pengurus DPC PPWI Butur ia berharap, khususnya kepada APH, dalam hal ini penyidik Tipidkor Polres Butur untuk secepatnya melakukan penyelidikan dan penyidikan dengan memanggil Kepala Desa Oengkapala terkait dugaan penyalahgunaan anggaran beberapa program desa yang diduga fiktif atau tidak direalisasikan.
Sementara itu Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Butur, AKP Laode Sumarno, membenarkan adanya laporan tersebut. "Baru masuk laporannya kemarin," kata Sumarno saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Sabtu (25/2/2023).
Lanjut Sumarno, pihaknya akan dilakukan klarifikasi kepada pihak-pihak terkait tentang laporan tersebut. (TIM/Red).
SG
Tidak ada komentar:
Posting Komentar